A Romantic Story About Serena (8 page)

BOOK: A Romantic Story About Serena
4Mb size Format: txt, pdf, ePub

"Kenapa
kau tidak memakan makananmu?", desis Damian, hanya sebuah desisan dan
Serena terlonjak kaget, apakah dia sebegitu menakutkannya bagi Serena.

"Mr.
Damian", Serena menyebutkan nama Damian dengan pelan, di telinga Damian
suaranya terdengar begitu merdu bagaikan ajakan bercinta."

"Sesuai
perjanjian kemarin, aku akan selalu ada kapanpun kamu membutuhkanku", pipi
Serena bersemu merah mengingat arti dari kata, "Aku.... bolehkah aku
meminta waktu untuk diriku sendiri setiap harinya dari jam pulang kantor sampai
jam sembilan malam?", suara Serena terdengar tertelan dan takut-takut.

Damian
mengerutkan keningnya, sebenarnya itu bukan masalah, Damian terbiasa bekerja
sampai larut malam, biasanya jam sepuluh atau sebelas malam dia baru sampai di
rumah,

"Bukan
masalah, aku selalu pulang larut malam", Damian berdehem, "tempat
tinggalmu sekarang, apakah memperbolehkan lelaki masuk?",

Serena
mengernyitkan kening,

"itu
tempat kost perempuan satu kamar milik sebuah keluarga, tentu saja kau boleh
masuk, ada ruang tamu yang disediakan"

"Ruang
tamu?", Damian mengangkat alis penuh arti dengan tatapan sedemikian rupa

"Oh",
pipi Serena bersemu dan tak berani menatap Damian ketika menyadari arti
tatapannya.

"Aku
tak mungkin bukan 'berkunjung' setiap malam ke tempatmu?", tatapannya
tampak menahan senyum.

Dan
Serena menyadari kebenaran kata-kata Damian, tempat kostnya hanyalah sebuah
kamar sederhana seadanya yang penting bisa tidur setiap malam. Bukan level
Damian untuk berada di sana, Serena melemparkan pandangan sekilas ke sekeliling
ruangan.

"Aku
tak mungkin membawamu setiap malam ke hotel, karena jam pulang kerjaku yang tak
tentu, tidak mungkin pula menyuruhmu stand by di hotel setiap harinya",
Damian merenung, "Tak mungkin juga membawamu tinggal di rumahku, kalau
sampai ada orang yang tahu bisa berbahaya buatmu juga", 

Dengan
santai Damian menyesap kopinya, "Oke, nanti siang setelah bertemu dengan
pengacaraku, kita cari apartemen di dekat kantor"

Serena
hampir menyemburkan teh yang disesapnya mendengarnya, lelaki ini
bercanda? 

Apartemen?
Di dekat kantor? Kantor mereka berada di kompleks perkantoran dan bisnis yang
mewah, apartment pun pasti juga kelas atas dan mahal, bagaimana lelaki itu bisa
mengatakan tentang mencari apartemen semudah itu?

Damian
sepertinya mengetahui pemikiran Serena,

"Lebih
mudah bagiku Serena, aku biasanya capek dan bertemperamen buruk setelah
bekerja, aku tak mau repot-repot menjemput atau tetek bengek reservasi hotel
jika malam-malam tiba-tiba aku menginginkan bersamamu", 

Damian
tersenyum," apartemen akan memudahkan kita, bukan berarti aku akan
mengunjungimu setiap malam" , tambahnya cepat.

Serena mengangguk
gugup, yah, dia kan hanya mahluk yang sudah dibeli, dia hanya bisa menuruti
apapun kemauan Damian.

Setelah
menghabiskan kopinya Damian melirik jam tangannya,

"Well,
pengacaraku pasti sudah menunggu di bawah,
enjoy
your time
, aku akan menemuinya sebentar", 

 

dengan
santai lelaki itu berdiri, lalu tanpa diduga-duga menarik Serena berdiri,
mendorongnya ke tembok lalu menciumnya dengan penuh gairah, lama dan hangat
dengan teknik yang sangat ahli, sehingga ketika dia melepas ciumannya, Serena
hampir tak bisa berdiri membuat Damian musti menahan tubuhnya, dengan lembut
lelaki itu mendudukkan Serena di kursi,

"Sebenarnya
sudah sejak tadi aku ingin melakukan itu", gumamnya dalam senyum puas
sebelum pergi meninggalkan Serena.

*****

 

 

 

BAB
4

"Kau
benar-benar serius tentang ini Damian?", Freddy bertanya saat Damian
mempelajari salinan kontrak itu,

Damian
mengangkat matanya dan menatap Freddy, lalu menunjukkan kontrak itu,

"Kau
pikir aku tidak serius? Perjanjian ini senilai tiga ratus juta 
man!
"

"Aku
tak habis pikir, kenapa seseorang sepertimu yang bisa mendapatkan wanita
manapun yang kau mau, melakukan hal seperti ini demi seorang wanita? Wanita
yang sangat murahan dan materialistis sehingga terang-terangan menjual dirinya
padamu demi uang? Apa yang ada dipikiranmu Bos?"

Kening
Damian berkerut tidak suka mendengar kata-kata Freddy, meskipun dia tahu itu
semua benar.

"Kau
tahu bagaimana rasanya ketika melihat seorang perempuan, dan tiba-tiba seluruh
tubuhmu menginginkannya?", Damian tersenyum melihat ekspresi skeptis
Freddy, tentu saja Freddy tidak tahu, dia sendiri merasa aneh dengan
perasaannya, "Yang pasti aku menginginkannya, dan aku masih belum bosan,
tiga ratus juta tak ada artinya buatku"

"Tapi
kau orang yang sangat pembosan, seminggu lagi kau pasti akan mencampakkannya,
dan menyesali kontrak ini"

"Dan
aku tetap akan merasa puas karena setidaknya aku tidak penasaran lagi",
jawab Damian yakin.

Freddy
mengangkat bahu,

"Aku
tetap tidak setuju, tapi ini semua keputusanmu, serahkan kontrak pada wanita
itu, pastikan dia tandatangan, beri salinannya, lalu serahkan yang asli
padaku", 

Freddy
menyandarkan tubuhnya dikursi, "Miss. Serena ini, apakah aku pernah
melihatnya sebelumnya?"

Damian
menggeleng,

"Dia
hanya pegawai biasa, seorang supervisor lapangan, kau tidak mungkin pernah
melihatnya", jawabnya tegas.

"Apakah
dia gadis mungil dengan rambut sebahu dan wajah polos dan tatapan seperti anak
kecil yang ada di area pameran mendampingi bosnya yang penjilat waktu
itu?"

Damian
langsung bersiaga,
Kenapa Freddy ingat
pada Serena? Apakah Freddy juga memperhatikan Serena? Apakah dia juga tertarik
padanya?
 
Insting posesifnya langsung
menyeruak keluar,

Freddy
tertawa melihat tatapan tajam Damian,

"Hey
hey jangan menatapku seperti itu, aku memperhatikannya karena waktu itu
kau memandangnya dengan begitu intens, tatapanmu seolah-olah tak bisa lepas
darinya, seperti pemburu yang ingin melahap mangsanya", 

Fredy
mengangkat bahu,

"Orang
lain mungkin tak akan menyadarinya, tapi aku sudah mengenalmu sejak lama, dan
aku tahu betapa intensnya kau jika sudah berkonsentrasi pada satu hal, malam
itu kau kehilangan konsentrasimu, gadis itu menarik seluruh perhatianmu, kau
sulit berkonsentrasi pada hal lain selain itu", 

Freddy
menarik napas panjang, "Well jika dengan gadis yang sama ini kau terlibat,
semoga Tuhan memberkatimu sahabatku"

******

Semua
terjadi begitu cepat, Damian langsung mendapatkan apartemen yang diinginkannya,
sebuah apartemen yang sangat mewah dengan privasi yang sangat terjamin, Serena
tidak berani membayangkan berapa harganya, tapi Damian bersikap sangat santai,
katanya itu semua hanyalah investasi.

Dengan
sangat efisien Damian membantu Serena membereskan barang-barangnya yang tentu
saja tidak banyak, untuk dipindahkan ke aprtement, lalu menyelesaikan
pembayaran kost dan sekaligus berpamitan dengan induk semangnya.

Mereka
berdua berdiri di tengah ruang tamu apartemen yang sangat mewah itu, Damian
tersenyum pada Serena yang berdiri kaku di tengah ruangan,

"Well
anggap saja ini rumahmu sendiri", dia lalu melirik jam tangannya,
"Aku harus kembali rumahku, pengurus rumah tanggaku pasti bertanya-tanya
apa yang kulakukan sampai aku tidak memberi kabar, dia akan kebingungan
menjawab telephon yang masuk, kau, silahkan atur apartemen ini sesuai seleramu,
jika ada yang kurang ata kau ingin menambah sesuatu, bilang saja"

Serena
memandang sekeliling apartemen yang penuh dengan interior mewah dan elegan itu,
penataannya saja terlalu mewah dan mungkin berlebihan untuknya, tidak, dia mau
mengganti apalagi?

"Sementara
kau pergi,,,,bolehkah aku keluar sebentar? Kau ingat? Sedikit waktu untuk
diriku sendiri seperti yang kaujanjikan?"

Damian
mengangkat bahu,

"Silahkan",
dia mengeluarkan dompetnya, "Kau butuh uang?",

"Tidak...!",
Serena menjawab tegas, uang Tiga ratus juta yang ditransfer Damian tadi siang
sudah lebih dari cukup, dia tidak butuh uang apa-apa lagi dari lelaki itu,

Damian
sepertinya bisa membaca pikiran Serena,

"Uang
yang kuberi tadi, itu murni untukmu silahkan kau gunakan sesuka hatimu, tetapi
untuk sehari-hari, aku sudah berjanji akan membiayaimu, ingat kan penawaranku
di ruangan kerjaku dulu?", 

Damian
mengeluarkan kartu berwarna keemasan dari dompetnya,

"Ini
kartu debit, isinya lebih dari cukup jika kau ingin membeli sepuluh mobil
sekalipun", dia lalu menyebutkan nomor PIN nya dan menyuruh Serena
mengingatnya baik-baik. Serena sebenarnya ingin menolaknya, tapi dia tak ingin
berlama-lama berdebat dengan Damian disini, lagipula dia tinggal menyimpannya
di dompet dan tak akan pernah memakainya, toh Damian tidak akan tahu.

Damian memakai
jasnya , puas karena Serena menerima kartu debitnya, "Kita akan buat kartu
kredit atas namamu besok. Nanti malam, kalau tak ada urusan aku akan
kesini",
 
Tatapan Damian ketika
mengucapkan ‘nanti malam’ begitu intens, membuat pipi Serena memerah.

Sepeninggal
Damian, Serena segera memakai jaket, membawa tas tangannya dan melangkah pergi,
lobyy apartemen yang begitu mewah itu benar-benar membuatnya minder, apalagi
penjaga pintu menyapanya dengan begitu penuh hormat ketika dia melangkah
keluar,

"Anda
ingin dipanggilkan taxi, miss?", sapanya dengan sopan.

Serena
cepat-cepat menggeleng, tidak mungkin kan dia bilang kalau dia mau menunggu
kendaraan umum di depan perempatan sana?

"Tidak",
jawabnya," saya menunggu jemputan, di depan", gumamnya singkat, lalu
sebelum penjaga pintu itu bertanya-tanya lagi, Serena segera mengangguk sopan
dan melangkah pergi.

Perjalanan
ke rumah sakit tidak berlangsung lama, mungkin karena hari minggu jadi jalanan
tidak begitu macet,

Serena
berpapasan dengan suster Ana ketika dia hendak memasuki ruangan perawatan Rafi,

"Kau
tidak apa-apa Serena?", kau kelihatan pucat,

Serena
meraba pipinya, benarkah? Apakah dia tampak berbeda sekarang? Setelah dia
menyerahkan.....

"Aku,,,
aku mencari uang untuk biaya operasi Rafi", gumamnya gugup,

Suster
Ana menatap Serena sedih,

"Serena
uang tiga ratus juta itu sangat banyak, aku juga tahu kalau kau masih
menanggung hutang di perusahaan sebanyak empat puluh juta, begini nak, aku
punya simpanan sekitar lima puluh juta, mungkin itu bisa membantu, dan kalau
aku bisa menaruh surat tanahku di bank untuk mengajukan pinjaman, mungkin kita
bisa mendapat beberapa tambahan...."

"Suster,
saya sudah mendapatkan uangnya", Serena bergumam lemah,

Kata-kata
suster Ana langsung terhenti seketika,

"Apa?....
Sudah mendapatkan uangnya? Apa maksudmu nak? Darimana....?", kata-katanya
langsung terhenti melihat Serena mulai menangis,

 "Ada
apa nak? Ceritakan padaku jika itu bisa membantu, mungkin itu bisa membuatmu
lega",

"Mungkin
setelah ini suster akan jijik pada saya", Serena terisak pelan.

Suster
Ana mengelus rambut Serena dengan lembut,

"Tidak
akan anakku, aku menyayangimu seperti anakku sendiri, dan seorang ibu pasti
akan menerima anaknya apa adanya"

Serena
menarik napas panjang, dia memang sangat membutuhkan tempat untuk berbagi
cerita, dan amat sangat bersyukur ada Suster Ana yang mau mendengarkannya, lalu
meluncurlah cerita itu dari bibirnya,

"Aku
tidak menyalahkanmu Serena, yang aku tidak habis pikir, betapa bejatnya bosmu
itu memanfaatkan kondisimu untuk kepuasan dirinya!", geram Suster Ana.

Serena
buru-buru mencegah kemarahan suster Ana,

"Bukan
suster, sampai sekarang Mr. Damian tidak tahu kalau aku memerlukan uang itu
untuk biaya perawatan Rafi, dia mengira aku perempuan muda dengan gaya hidup
berfoya-foya yang punya banyak hutang karena gaya hidupku, jadi dia tidak
segan-segan mengambil atas pembayarannya"

Suster
Ana mengerutkan keningnya,

"Kenapa
kau tidak mengatakannya Serena? setidaknya dia bisa lebih menghargaimu jika
tahu alasanmu yang sebenarnya",

Serena
menggelengkan kepalanya,

"Tidak
suster, aku tidak mau Mr. Damian mengetahui tentang Rafi, lelaki itu tidak
mudah ditebak, tidak tahu apa yang akan dilakukannya jika tahu tentang Rafi
nanti",

Suster
Ana menarik napas,

"Setidaknya
dia tidak brengsek seperti lelaki hidung belang yang mungkin nantinya akan
menjerumuskanmu", tiba-tiba tatapan suster Ana berubah intens dan
hati-hati,

"Apakah
dia berbuat kasar atau tidak Serena?"

Serena
saat itu sedang melamun sehingga tidak menyadari maksud kata-kata Suster Ana,

Other books

The Viking by Talbott, Marti
Fishnet by Kirstin Innes
The Telltale Heart by Melanie Thompson
Operating Instructions by Anne Lamott
Mrs Hudson's Case by King, Laurie R.
A to Z of You and Me by James Hannah
Nicking Time by T. Traynor