Read A Romantic Story About Serena Online
Authors: Santhy Agatha
Vanessa
mengangkat bahu dan tersenyum lagi,
"Damian
memintaku memang, tapi bukan itu alasan aku ingin merawat Rafi", Vanessa
menepuk pundak Serena hangat, " Kau tahu almarhum suamiku.... Dia
meninggal dalam kecelakaan beruntun di jalan tol, kecelakaan yang sama yang
menewaskan kedua orang tuamu dan melukai rafi"
"Astaga",
Serena menutup mulutnya dengan jemarinya, terkejut,
"Yah
astaga", Vanessa tersenyum, "dunia ini sempit bukan? Kadang
kebetulan-kebetulan yang terjadi sering membuatku bertanya-tanya", tatapan
Vanessa berubah serius, " tapi sungguh Serena, kondisi Rafi ini kupandang
sebagai kesempatan kedua, aku tidak bisa merawat suamiku pada saat itu, tapi
kurasa Tuhan memberiku kesempatan untuk merawat korban yang selamat dari
kecelakaan yang sama, itupun kalau kau mengizinkan",
Serena
menganggukkan kepalanya, terharu,
"Iya
dokter, saya akan senang dan lega sekali menyerahkan perawatan Rafi di tangan
dokter",
*********
"Tidak
enak", Rafi mengernyit, menggelengkan kepalanya, menghindari sendok berisi
bubur sayuran yang disuapkan Serena kepadanya.
Hari ini
adalah tiga minggu sejak Rafi tersadar dari komanyaa, kondisinya sudah
mulai membaik, dia sudah bisa duduk, sudah bisa mengucapkan lebih dari satu
kalimat, dan alat-alat penunjang kehidupannya sudah mulai dilepas satu persatu,
dokter sendiri memuji perkembangan Rafi yang luar biasa pesat, tekad
lelaki itu kuat, maka ketika dia berniat untuk sembuh dia akan merasakannya
sepenuh hati.
"Kau
harus memakannya", gumam Serena sedikit geli dengan kemanjaan Rafi yang
seperti anak-anak, "ini menyehatkanmu"
"Rasanya
seperti muntahan", Gumam Rafi, tapi akhirnya menurut membuka mulutnya,
menerima suapan Serena lalu mengernyit ketika menelan.
Ekspresinya
membuat Serena tergelak, tapi kemudian Rafi meraih tangan Serena yang
tidak memegang sendok, ekspresinya berubah serius,
"Serena,
tak terbayangkan rasa terimakasihku padamu....aku tidak tahu bagaimana
mengungkapkan cintaku, aku.... Para dokter dan perawat menceritakan
perjuanganmu untukku...."
"Stttt",
Serena meletakkan sendoknya dan menyentuhkan jemarinya di bibir Rafi,
"Perjuangannya sepadan, kau akhirnya bangun kan?"
"Tapi....",
ekspresi kesedihan menghantam Rafi, "aku.... Aku mungkin tidak akan bisa
berjalan lagi. Aku mungkin lumpuh selamanya, aku hanya akan menjadi
bebanmu..."
"Rafi",
Serena menyela sedikit marah, "Kau tidak boleh memvonis dirimu sendiri,
kesembuhanmu yang luar biasa ini juga diluar prediksi dokter bukan? Kita pasti
bisa kalau kita berjuang dengan tekad dan keyakinan kuat bersama-sama, meskipun
begitu....", Suara Serena berubah sendu, "meskipun pada akhirnya kau
lumpuh selamanya pun, aku akan tetap bahagia bersamamu... Kau tahu selama ini
aku selalu berdoa apa? Aku berdoa yang penting kau sadar, aku tidak peduli yang
lain, Tuhan sudah mengabulkan doaku Rafi.... Tidakkah itu cukup?"
Mata Rafi
tampak berkaca-kaca.
"Kau
tidak tahu betapa aku mencintaimu......"
Suara di
pintu itu mengalihkan perhatian mereka, Serena dan Rafi menoleh bersamaan, lalu
Serena tersenyum, Dokter Vanessa ada di sana, dalam kunjungannya yang biasa,
sekarang bahkan dokter Vanessa sudah mulai akrab dan berteman dengan Rafi.
Tapi
senyuman Serena langsung membeku ketika menyadari siapa yang mengikuti di
belakang dokter Vanessa, itu Damian!
Damian
yang sama. Damian yang tampan dengan penampilan bak adonis, dengan ekspresi
yang dingin dan tidak terbaca. Serena tidak pernah berhubungan dengan Damian
lagi sejak Rafi sadarkan dari komanya, Damian selalu memaksakan maksudnya
dengan perantaraan dokter Vanessa, seperti ketika Damian memaksakan untuk
menanggung biaya rumah sakit Rafi dan ketika Damian memaksakan Serena setuju -
lewat bujukan dokter Vanessa - agar Serena dan Rafi pulang ke apartemen yang
dibelikannya ketika Rafi sudah boleh pulang dari rumah sakit nanti,
Sekarang
lelaki itu berdiri di depannya, ekspresinya tak terselami dan sedikit muram,
membuat Serena bertanya-tanya, apakah Damian mendengarkan percakapannya dengan
Rafi tadi. Apakah Damian tidak senang mendengarnya,
"Dokter
Vanessa", Rafi menyapa ramah ketika Serena hanya diam saja, lalu menatap
ingin tahu ke arah lelaki tampan yang sepertinya hanya menatap terfokus kepada
Serena,
"Halo
Rafi, aku datang untuk mengecek keadaanmu. Dua hari lagi kau sudah boleh pulang
kalau kondisimu sebaik ini terus", Vanessa menyadari Rafi menatap ke arah
Damian, lalu menyikut pinggang Damian untuk menarik perhatian Damian yang
terarah lurus kepada Serena, "Dan ini Damian, dia eh bosku dan bos Serena
juga"
Damian
menolehkan kepalanya pelan-pelan, lalu menatap ke arah Rafi, menelusurinya
dengan tajam dan meneliti.
Inikah
laki-laki yang dicintai Serena sampai rela mengorbankan segalanya? Tiba- tiba
pikiran jahat melintas di benaknya, apa yang akan diperbuat Rafi jika tiba-tiba
dia mengungkapkan bahwa Serena sudah menjual keperawanannya kepadanya? Bahwa
dia sudah berkali-kali meniduri tunangannya yang katanya dicintainya tadi?
"Damian",
Vanessa bergumam ketika Damian hanya menatap dan tidak bersuara,
Damian
lalu mendekat dan mengulurkan tangannya kepada Rafi,
"Salam
kenal, saya adalah.... Atasan Serena di tempat kerjanya... Kebetulan kami eh
cukup .... akrab", sedikit senyum muncul di bibir Damian ketika menyadari
Serena dan Vanessa tampak begitu cemas dengan kata-kata yang mungkin muncul
dari bibirnya,
Rafi
menerima jabatan tangan Damian dan tersenyum tulus,
"Terimakasih",
meskipun Rafi sedikit bertanya-tanya kenapa tatapan Damian seolah-olah ingin
membunuhnya.
“Saya
senang kondisi anda semakin membaik”, gumam Damian tenang, tapi terdengar
seolah-olah mengatakan,
kenapa kau tak mati saja biar semua jadi mudah?
Serena
mengernyit mendengar nada suara Damian itu, lelaki itu sama sekali tidak
mencoba membuat suasana menjadi lebih mudah malah seolah-olah menantang Serena
untuk mengakui sesuatu ? mengakui apa ? apakah Damian ingin agar Serena
mengakui segalanya di depan Rafi? Mengakui bahwa dia sudah menjual keperawanan
dan tubuhnya demi membiayai biaya operasi Rafi ??
Serena
akan mengakuinya, itu pasti, dia tidak mungkin membohongi Rafi. Rafi mungkin
akan marah dan sedih, sedih karena Serena terpaksa melakukan semua itu demi
dirinya. Lalu mungkin Rafi akan menyalahkan dirinya sendiri. Oh, lelaki itu
tidak akan meninggalkan dirinya karena sudah tidak perawan. Serena begitu
mengenal Rafi hingga yakin akan hal itu, dia lelaki berpkiran terbuka, tetapi
yang Serena takuti adalah Rafi akan semakin menyalahkan dirinya, sendiri,
menyalahkan kondisinya yang tidak berdaya yang membuat Serena harus berjuang
sendirian demi dirinya, dan Serena tidak mau Rafi mengalami itu semua, tidak di
saat kondisi Rafi masih begitu rapuh dan ada di dalam proses pemulihan. Nanti,
Serena pasti akan mengakui semuanya, tetapi tidak sekarang.
Karena
itu dia langsung memelototi Damian mengingatkan, memastikan Damian melihat
isyarat dalam matanya, dan menggeram dalam hati ketika Damian malahan tersenyum
meremehkan.
“Mr.
Damian ini adalah atasanku di tempat lamaku bekerja”, jelas Serena cepat begitu
melihat kebingungan di mata Rafi.
“Tempatmu
sekarang bekerja Serena, kamu masih bekerja di sana”, sela Damian tajam.
Serena
ternganga mendengar bantahan Damian itu, kehabisan kata-kata, sementara lelaki
itu tersenyum datar pada Rafi,
“Kami
sempat mengalami sedikit kesalahpahaman. Saya menuduh Serena melakukan
sesuatu yang sebenarnya tidak dia lakukan, Tetapi saya sekarang sudah menyadari
kesalahan saya”, Damian menatap Serena penuh arti, “Dan dengan rendah hati,
saya meminta Serena kembali kepada saya”, kata-kata itu diucapkan dengan datar
dan santai, tapi entah kenapa arti yang tersirat di dalamnya membuat pipi
Serena merona.
Vanessa
langsung berdehem memecah kecanggungan,
“Bagus,
kita akhirnya menyelesaikan segala kesalahpahaman”, gumamnya ceria, “Nah
sekarang aku ingin memeriksa kondisimu Rafi”
“Saya
tidak pernah merasa lebih baik dokter”, Rafi tersenyum, perhatiannya teralih
dari Damian dan Serena.
“Dan akan
lebih baik lagi, aku yakin mengingat pesatnya kondisimu”, Vanessa tersenyum,
lalu menatap Serena dan Damian, “Kalian bisa keluar sebentar ? aku ingin
memeriksa kondisi Rafi”,
Dan dalam
diam Damian dan Serena melangkah keluar ruangan. Mereka masih berdiri diam di
lorong ruang perawatan.
“Well dia
tampak sehat”, gumam Damian kemudian, menyandarkan tubuhnya di tembok dan
menatap Serena tajam,
Serena
menganggukkan kepalanya.
“Dia
tidak akan bisa berjalan lagi kan?”, sambung Damian jahat.
Serena
membelalakkan matanya mendegar kekejaman dalam suara Damian,
“Damian
!! Jahat sekali kau !”, mata Serena tampak berkaca-kaca, ‘Dokter Vanessa bilang
masih ada kesempatan bagi Rafi untuk sembuh, dan aku percaya dia akan sembuh”
“Sampai berapa
lama lagi Serena ? kau harus menunggu dalam waktu yang tak pasti lagi, Kenapa
mencintai seseorang harus penuh pengorbanan seperti itu ?”, Damian mendeses
kesal, “Dan kata Vanessa dia juga mungkin tidak bisa berfungsi sebagai
laki-laki normal…”
“Damian!!!”,
Serena setengah berteriak, menghentikan kata-kata Damian, pipinya memerah
mendengar ucapan Damian yang begitu vulgar.
Damian
mengangkat bahunya tanpa rasa bersalah,
“Aku cuma
mengungkapkan apa yang dikatakan Vanessa kepadaku”, tiba-tiba dia mendekat dan
merengkuh pundah Serena, “Bagaimana Serena? Bagaimana jika dia tidak dapat
berfungsi sebagai lelaki normal ? padahal aku tahu….”, mata Damian
menyala-nyala, “Aku tahu betapa kau gadis kecil yang penuh gairah, betapa kau
menyambut setiap sentuhanku dengan gairah yang sama, betapa kau menyukainya….
Bagaimana kau nanti bisa tahan tidak merasakan itu semua….tidak disentuh..
tidak di…”
“Hentikan
!!!!”, kali ini Serena benar-benar berteriak, matanya berkaca-kaca. Membuat
Damian terdiam dan tidak melanjutkan kata-katanya. Serena tampak begitu rapuh
sekaligus begitu kuat dengan wajah pucat pasi dan mata berkaca-kaca seperti
itu, membuat Damian ingin melumatnya…
“Kau
terlalu picik kalau selalu memandang sebuah kasih sayang hanya dari kemampuan
melakukan hubungan fisik”, desis Serena tajam, “aku mencintai Rafi, aku hanya
butuh kehadirannya di sampingku, itu saja…. Kalaupun.. kalaupun dia nantinya
tidak bisa memelukku dengan bergairah, aku tidak peduli, yang penting dia hidup
dan ada di sisiku, aku tidak butuh yang lain lagi….”
“Tidak
butuh
yang lain lagi?”, Kata-kata Serena
yang penuh cinta kepada Rafi itu menyulut kemarahan Damian, dengan kasar
direngggutnya Serena ke dalam pelukannya, “Kalau begitu bagaimana dengan
yang ini
??!”
Dengan
tanpa diduga-duga, Damian mencium bibir Serena, pertama kasar, meluapkan
kemarahannya disana, melumat bibir Serena dengan menyakitkan seolah ingin
menghukumnya.
Oh ! betapa dia ingin menghukum perempuan ini karena
menyakitinya ! Oh berapa dia merindukan perempuan ini !!
Ciumannya
melembut ketika merasakan bibir perempuan yang sangat dirindukannya, yang sudah
lama tidak disentuhnya, yang sudah lama tidak dirasakannya. Kerinduannya
meluap, dipeluknya tubuh Serena erat-erat, dilumatnya bibirnya dengan seluruh
gairahnya, dipujanya bibir itu.
Serena
yang tidak menyangka akan dicium dengan seintens itu semula hanya terpaku, lalu
dia memejamkan matanya, aroma Damian, kemaskulinannya menyeruak di dalam
dirinya. Membangkitkan kenangan lama akan kedekatan mereka, dan secara alami,
Serena membalas pelukan dan lumatan Damian.
Entah
berapa lama mereka berciuman sampai kemudian Damian melepaskan tautan bibir
mereka, terengah-engah.
Dengan
lembut Damian menunduk, masih berpelukan, dahinya menyatu dengan dahi Serena,
napas mereka yang panas menyatu, bibir mereka masih berdekatan.
Kemarahan
Damian mereda seketika oleh ciuman itu, kini dadanya dipenuhi oleh perasaan
lembut yang menyesakkan dada,
“Jangan
bilang kau tidak merindukan sentuhanku”, bisik Damian lembut,
Serena
memejamkan mata berusaha menggeleng,
“Aku
tidak merindukannya”, erangnya mencoba melawan,
Damian
menundukkan kepalanya, menghujani telinga dan leher Serena dengan ciuman-ciuman
lembut seringan bulu, membuat tubuh Serena gemetaran,
“Teruslah
berbohong’, bisik Damian di telinga Serena, “Tapi tubuhmu tidak bisa
membohongiku, tubuhmu merindukanku Serena, dan aku merindukanmu”, bisik Damian
di sela-sela kecupannya.
Serena
mengerang, mencoba melawan kebenaran yang menyiksanya. Dia merindukan Damian,
dia memang merindukan lelaki itu. Sering di malam-malam dia berbaring di
sendirian di sofa rumah sakit, menunggui Rafi. Dia merindukan Damian,
merindukan pelukannya yang melingkari perutnya dengan posesif, merindukan
lengannya yang selalu menjadi bantal tidurnya, merindukan desah napas teratur
Damian di telinganya ketika tertidur pulas. Tapi Serena menahannya, mencoba
mengenyahkannya. Perasaan itu tidak boleh ditumbuhkan. Dia sudah mempunyai
Rafi, Rafinya, tunangannya. Kekasih yang dicintainya. Kekasih yang ditunggunya
tanpa putus asa selama dua tahun. Kekasih yang sekarang sedang berjuang untuk
pulih kembali demi dirinya.