A Romantic Story About Serena (20 page)

BOOK: A Romantic Story About Serena
12.05Mb size Format: txt, pdf, ePub

"Damian...",
Vanessa mengernyit cemas ketika melihat Damian tampak kesakitan, "Kau
tidak apa-apa?"

"Aku 
tidak
apa-apa!
 Cepat selesaikan yang ingin kau katakan, dan bawa dia pergi
dari ruangan ini !", Damian bahkan tidak mau repot-repot menyebut nama
Freddy.

Vanessa
menarik napas panjang,

"Kau.....
Kita.... Mengambil kesimpulan yang salah tentang Serena", dengan cepat
Vanessa membentangkan artikel itu di meja Damian, "Baca ini"

Damian
melirik artikel itu, semuala tidak tertarik, tetapi kemudian mengenali gambar
di artikel itu sebagai Serena, lebih muda beberapa tahun, tapi dia tak mungkin
salah.

"Apa
yang.........
Oh Tuhan !"
, baru separuh artikel yang dibacanya,
tetapi dia pucat pasi. Dengan gemetar dia membaca artikel itu. Membacanya
berulang-ulang kemudian, mencoba mencari kesalahan. Tapi kebenaran yang
tertulis di sana tak terbantahkan lagi.

"Benar
Damian, keluarga Serena, kedua orangtuanya terenggut pada kecelakaan yang sama
di jalan tol, kecelakaan yang sama yang menewaskan Alfian", mata Vanessa
berkaca-kaca ketika kenangan itu kembali.

"Oh
Tuhan !", Damian berpegangan pada meja untuk menopang tubuhnya, Ini
sebabnya Serena selama ini sebatang kara dan sendirian ?

"Kedua orang tua saya sudah meninggal dunia,
saya hidup sendirian"
, itu jawaban Serena waktu gadis itu terpaksa
menumpang mobilnya di pagi yang hujan.

Lalu uang
tiga ratus juta dan hutang puluhan jutanya di perusahaan itu..... Sekali lagi
Damian mengernyit,

"Tunangannya,
Rafi, masih terbaring koma sejak kecelakaan itu. Serena berjuang mati-matian
untuk mempertahankan hidupnya. Hutang-hutangnya di rumah sakit mungkin untuk
membiayai biaya perawatan Rafi, dan hutangnya kepadamu tiga ratus juta mungkin
karena gadis itu putus asa", Vanessa memandang Damian, dan tiba-tiba
merasa kasihan, Damian tampak hancur berkeping-keping, "Aku menelephone
rumah sakit tempat Rafi dirawat Damian, Rafi saat itu harus menjalani operasi
pengangkatan ginjal karena salah satu ginjalnya rusak akibat obat-obatan yang
terus menerus.......biaya operasi itu sangat mahal, hampir mencapai tiga atus
juta rupiah... Mungkin itu alasan Serena menjual dirinya padamu, gadis itu
putus asa"

Damian
memejamkan matanya, mengingat hari berhujan dimana Serena membuat penawaran
gila itu padanya. Bagaimana mungkin dia dulu tak menyadarinya ? Waktu itu
Serena memang terlihat putus asa,
 panik dan putus asa.

"Freddy
bercerita bahwa Serena hilang seharian di hari minggu dan kalian mencarinya
kemana-mana", Vanessa mengedikkan bahunya pada Freddy yang hanya diam dan
menundukkan kepalanya, "Itu hari di mana operasi Rafi dilaksanakan",

Sebuah
hantaman lagi yang menerjang Damian. Dia mengernyit, rasanya berat sekali
ketika dia sudah berpegang teguh pada suatu keyakinan bergitu lama tapi
kemudian dihancurkan begitu saja.

Serena
gadis baik-baik. Dia bukan gadis bermoral rendah seperti dugaannya selama ini.
Pantas saja waktu itu dia masih perawan. Keperawanan yang seharusnya untuk
tunangan yang dicintainya dikorbankannya.  Damian langsung disengat rasa
cemburu yang tajam. Serena pasti begitu mencintai tunangannya kalau sampai
berjuang mati-matian seperti itu.

"Kecelakaan
itu terjadi hanya beberapa hari sebelum pernikahan mereka Damian", Vanessa
menoleh secara terang-terangan kepada Freddy, "Biarkan Freddy yang
menjelaskan sisanya kepadamu"

Damian
menoleh kepada Freddy dengan muram, masih terbayang adegan ciuman waktu itu di
matanya. Dan kemarahannya langsung membara, kalau begitu kenapa Serena ada di
pelukan Freddy dan Freddy bilang Serena rela menjual diri padanya ?

"Waktu
itu semua sudah kurencanakan, Damian", gumam Freddy pelan seolah bisa
membaca pikiran Damian, lalu mengernyit ketika menerima tatapan menusuk itu
lagi, "Aku.... Waktu aku mendampingimu mencari Serena yang menghilang
waktu itu, aku melihat betapa emosionalnya dirimu, itu menggangguku karena kau
berubah, tidak seperti biasanya, aku berpikir Serena telah menimbulkan pengaruh
buruk padamu..... Jadi aku mengambil keputusan.....aku merekayasa semuanya.....
Ciuman itu adalah paksaan dariku....Serena sama sekali tidak sukarela, dia
menolakku sekuat tenaga. Dia memanggil namamu..."

Damian
langsung merangsek maju dengan marah, tanpa diduga. Langsung meraih kerah
kemeja Freddy. Tak peduli tubuh Freddy yang memar dan lebam akan kesakitan
menerima sentuhan seringan apapun,

"Brengsek
kau Freddy !!! Brengsek kau !!! Aku mempercayaimu !!", Damian menggeram di
antara ke dua giginya, "Kau tahu malam itu aku memperlakukannya sebagi
pelacur rendahan ??!
Aku memperkosanya
!!!!",

"Damian,
tenanglah dulu", gumam Vanessa hati-hati, berusaha membuat Damian
melepaskan cengkeramannya dari kerah baju Freddy, "Kau menyakiti Freddy,
tidakkah kau sadar kau sudah cukup menyakitinya kemarin? Lepaskan dia Damian",
bujuknya lembut.

Damian
bergeming, sejenak seolah-olah akan menghajar Freddy, tapi kemudian dia
melepaskan lelaki itu dengan kasar,

"Harusnya
kubunuh saja kau sekalian!", desisnya geram sambil mengacak rambutnya,

Lalu
sebuah pertanyaan merasuk di benaknya.

"Kenapa
harus Serena yang menanggung seluruh biaya perawatan Rafi? Kenapa bukan
keluarga Rafi ?"

"Rafi
tidak punya keluarga", Freddy yang menyahut setelah berhasil meredakan
napasnya yang terengah karena perlakuan kasar Damian tadi, "Dia pengacara juga,
kebetulan aku mengenalnya", suaranya tertelan melihat tatapan bermusuhan
Damian, tapi dia bertekad melanjutkan, " Sebenarnya aku  tidak begitu
mengenalnya, tetapi Rafi cukup terkenal di kalangan profesi kami karena
reputasi baiknya, aku... Eh... Melakukan penyelidikan singkat tadi dan
mendapati bahwa Rafi dibesarkan di panti asuhan, dia sebatang kara....karena
itulah kabar setelah kecelakaan yang menimpanya menjadi simpang siur, dia
menghilang begitu saja dan gosip yang beredar mengatakan  Rafi sudah meninggal,
tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya Rafi masih hidup dan ada dalam kondidi
koma", Freddy menatap Damian sungguh-sungguh, "Aku menyesal dan aku
meminta maaf Damian. Aku memang bodoh dan gegabah, aku juga menyesal setengah
mati"

Damian
tercenung. Lama tidak mengatakan apa-apa. Sejenak ruangan itu begitu hening.

"Damian,
mungkin lebih baik kita melepaskan Serena, sudah cukup berat beban yang dia
tanggung", gumam Vanessa pelan memecah keheningan. Lalu dia berubah
ragu-ragu dan berhati-hati dengan reaksi Damian, "mengenai hutang-hutang
Serena baik kepadamu dan kepada perusahaan, aku bersedia menggantinya"

"Tidak"

"Tidak?",
Vanessa mengernyit mendengar gumaman pelan Damian itu.

"Tidak
akan kulepaskan. 
Aku tidak peduli dengan uang itu. Serena tidak akan
kulepaskan"

"Damian
!!", Vanessa mengernyit jengkel. "
Hentikan !
 Kau tidak
tahu betapa banyak penderitaan yang ditanggung Serena selama ini !, tidak
bisakah kita biarkan dia tenang bersama tunangannya ? Lagipula kau bisa mencari
wanita lain untuk memuaskanmu bukan ? Kau bisa mendapatkan pengganti Serena
dalam beberapa menit !"

Damian
mengusap wajahnya, tampak begitu menderita,

"Tidak,
aku tidak bisa Vanessa", erangnya parau.

Mata
Vanessa melebar melihat ekspresi Damian, tidak pernah sebelumnya Vanessa melihat
Damian begitu penuh emosi. Apakah ini berarti Damian benar-benar mencintau
Serena ?

"Dia
punya tunangan Damian, jangan lupa, semua yang dilakukannya adalah demi
menyelamatkan Rafi"

Kebenaran
itu menyakiti hati Damian, sengatan cemburu itu kembali melukainya.

"Kalau
begitu aku akan membuatnya memilihku", mata Damian penuh tekad,
"Dimana alamat rumah sakitnya ?"

***********

 

BAB
11

"Dimana
ruangan tempat perawatan Rafi Ardyansyah ?", Damian berdiri di depan
resepsionis.

Resepsionis
itu mendongak dan ternganga. Terpesona melihat penampilan dan ketampanan
Damian.

"Ruangan
perawatan Rafi Ardyansyah ?", Damian mengulang jengkel karena resepsionis
itu hanya menatapnya seperti orang bodoh.

"Oh....
Untuk Rafi... Anda... Anda mungkin harus menemui Suster Ana dulu, beliau suster
kepala penanggung jawabnya"

"Dimana?",
gumam Damian tak sabar.

"Lantai
tiga, ruangan perawat nomor dua"

Tanpa
basa-basi Damian meninggalkan resepsionis yang masih ternganga itu.

Pintu itu
tertutup rapat dan Damian mengetukknya.

"Masuk",
sebuah suara yang tegas terdengar dari dalam.

Damian
masuk dan langsung berhadapan dengan suster Ana.

Suster
Ana langsung menyadari siapa yang berdiri di hadapannya. Dia tidak mungkin
salah mengenali.

Penggambaran
Serena sangat akurat. Lelaki ini memang benar-benar luar biasa tampan dengan
keangkuhan yang sudah seperti satu paket dengan auranya.

"Apakah
anda akhirnya berhasil menemukan kebenaran ?", gumam suster Ana langsung
tanpa basa-basi.

Damian
mengernyit mendengar sapaan  pertama suster Ana yang sama sekali tidak
diduganya. Tapi dia lalu teringat telepon di tengah malam yang tanpa sengaja
dia angkat. Penelephone itu mengatakan dirinya adalah suster Ana...

"Ya",
Damian mengakuinya pelan, "Anda sudah tahu semuanya ?"

"Semuanya, 
dan
pertama
, sebelum anda menghina Serena lagi. Saya akan jelaskan kepada anda,
semalam Serena datang kepada saya, dengan kondisi mengenaskan. Mental dan fisik
yang rapuh, dan dia bilang ingin melepaskan diri dari anda, menurut saya itu
wajar mengingat perlakuan anda padanya", Suster Ana menatap Damian dengan
pandangan mencela yang terang-terangan hingga wajah Damian merona, "Uang
yang dia pakai untuk melunasi anda, itu adalah uang pinjaman  dari saya
dan beberapa staff rumah sakit lain, bukan uang hasil menjual dirinya kepada
lelaki lain seperti apa yang anda tuduhkan kepadanya tadi pagi"

Sebuah
kebenaran lagi. Lebih keras daripada tamparan di pipi, lidah Damian terasa
kelu.

"Saya
ingin bertemu Serena", gumam Damian akhirnya.

Suster
Ana mengangkat alisnya.

"Untuk
apa? Ketika hubungan hutang piutang itu lunas. Tidak ada lagi perlunya kalian
bertemu, lagi pula saya tidak yakin Serena bersedia menemui anda"

"Tidak
ada hubungannya dengan uang ! Saya tidak peduli dengan uang !!! ", Damian
hampir berteriak, lalu berdehem berusaha meredekan emosinya, "Saya harus
bertemu dengan Serena, meminta maaf, saya tahu selama ini saya salah...."

"Anda
bisa menyampaikan permintaan maaf anda melalui saya", sela Suster Ana
tegas.

Damian
mengernyit,

"Saya
mohon..... Saya harus bertemu dengan Serena, saya butuh bertemu dengan
Serena"

Suster
Ana mengamati lelaki yang berdiri di hadapannya. Lelaki ini terlalu tampan,
terlalu kaya sehingga wajar dia tampak begitu arogan. Tapi sekarang Damian
tampak begitu menderita, dan dia rela memohon agar bisa bertemu Serena. Suster
Ana menarik napas, ketika sebuah kesimpulan muncul di benaknya.

Lelaki
ini  sedang jatuh cinta.

Bagaimana
mungkin dia menolak permintaan Damian ? Kalau saja Damian hanya lelaki sombong
yang menginginkan bayaran setimpal atas apa yang diberikannya kepada Serena,
suster Ana akan mengusirnya tanpa ragu. Tapi Damian yang ada di depannya ini
tampak begitu kesakitan menanggung rasa bersalah, tampak remuk redam di dera
perasaannya sendiri. Lelaki ini sama menderitanya dengan Serena. Bagaimana
mungkin Suster Ana tega mengusirnya ?

"Tapi
tolong jangan menyakiti Serena lagi jika kalian bertemu nanti, jangan
memaksanya.....", mata Suster Ana melembut membayangkan Serena,
"sudah cukup beban yang ditanggung anak itu"

"Saya
berjanji", Damian menjawab yakin.

Sekilas suster
Ana mencuri pandang ke arah Damian. Dan tersenyum ketika mendapati ekspresi
Damian ikut melembut karena membayangkan Serena.

Ah
Serena, Lelaki ini benar-benar sedang jatuh cinta......
.

**********

Ruangan
itu hening terletak di lorong paling ujung. Dan Serena hanya berdiri di depan
ruang perawatan sambil menatap melalui jendela kaca lebar yang membatasinya
dengan Rafi,  saat ini bukan jam besuk dan Serena tidak boleh masuk,

Pikiran
Serena terasa berat, dia tidak punya pekerjaan sekarang. Suster Ana dan yang
lain-lain bilang akan membantu, tetapi Serena tidak mungkin menggantungkan
hidupnya pada bantuan orang lain terus menerus, apalagi dengan biaya perawatan
Rafi yang begitu mahal yang harus ditanggungnya setiap bulannya.....

Dengan
sedih Serena menatap Rafi, lelaki itu masih terbaring dalam kedamaian yang
sama, begitu pucat, hanya bunyi mesin-mesin penunjang kehidupan itulah yang
menunjukkan kalau masih ada harapan hidup yang tersimpan di sana.

Serena
mengusap air mata di sudut matanya,

Ah
Rafi..... Sampai kapan kau tertidur begini ? Aku merindukanmu kau tahu. Aku
membutuhkanmu. Saat ini aku tidak mengerti dengan perasaanku sendiri, aku takut
jika kau tidak segera bangun nanti aku akan......

Other books

Le Lis et le Lion by Druon,Maurice
The Red House by Emily Winslow
Caught in Transition by May, Virginia
An Awfully Big Adventure by Beryl Bainbridge
Clockwork Butterfly, A by Rayne, Tabitha