A Romantic Story About Serena (17 page)

BOOK: A Romantic Story About Serena
10.15Mb size Format: txt, pdf, ePub

Dia tahu
rumah sakit ini karena pernah praktek lapangan disana beberapa tahun lalu.

Dengan
segera dia menelephone rumah sakit itu, menggunakan berbagai koneksi profesi
dokternya  untuk memperoleh info dari dokter- dokter yang dikenalnya,
Vanessa mencari informasi sebanyak-banyaknya,

dan pada
akhirnya menemukan kebenaran.

Kebenaran
yang pasti akan menyentuh hati siapapun yang mendengarnya. Bahkan matanyapun
berkaca-kaca karena terharu.

Tiba-tiba
Vanessa teringat akan kata-kata Freddy ketika mereka makan siang bersama tadi,
mengenai rencana lelaki itu untuk memberi Serena pelajaran.... Malam ini.....

Oh Tuhan
!!
 

Dengan
segera, seolah tersadarkan, Vanessa segera meraih dompet dan kunci mobilnya,

Dia harus
mencegah Freddy melakukan apapun rencananya untuk memberi pelajaran pada Serena
!!

Freddy
sudah salah paham, dan apapun yang dilakukan lelaki itu, dia pasti akan
menyesal begitu mengetahui kenyataan yang sebenarnya !!

Vanessa
harus mencegahnya sebelum terlambat !!

**********

Tamu
penting itu akhirnya pulang juga, beres sudah, semua berjalan sesuai
keinginannya.

Damian
mengacak rambutnya kesal,

Kalau
begitu kenapa dia tidak merasa lega ??

Kau tahu
kenapa

Bisik
suara hatinya,

Ah ya,
aku tahu kenapa.

Damian
mengakuinya.

Serena
.

Cukup
satu nama yang mewakili segalanya. Satu nama yang sedari tadi menghantui
pikirannya. 

Dia masih
marah pada Serena, marah besar. Tapi bahkan meskipun dia marah, dia tak ingin
membuat Serena sedih dengan kemarahannya.

Sungguh
ironis.

Damian
tersenyum sinis, menertawakan dirinya sendiri.

Tanpa
terasa , gadis itu, Serena telah menjadi harta yang begitu berharga untuknya.

Tidak
pernah dia secemas itu untuk siapapun, seperti yang dia lakukan untuk Serena
kemarin malam,

Akuilah
Damian, kau menyayangi gadis itu.

Suara
hatinya menekannya lagi. Dan Damian tidak membantahnya, dia sudah terlalu lelah
membantahnya.

Gadis itu
dengan sifat polos, jujur dan kekanak-kanakannya telah menyentuh sisi hatinya
yang tidak pernah diijinkan tersentuh oleh siapapun. 

Ah ya,
Serena pasti sudah menunggunya di ruangannya. Tamu penting yang datang mendadak
ini membuatnya terpaksa menghubungi Freddy agar menunggu di ruangannya
kalau-kalau Serena datang.

Membayangkan
Serena sedang menunggunya membuat Damian tergesa melangkah menaiki lift, menuju
lantai pribadinya.

Dengan
tenang dia membuka pintu ruangannya.

Pemandangan
di depannya adalah pemandangan yang tidak disangkanya sekaligus pemandangan
yang paling tidak disukainya.

Freddy
sedang berdiri menekan Serena ke tembok, memeluknya erat-erat dan menciumnya,
tubuh Serena yang mungil tenggelam dalam pelukannya.

Ketika
menyadari pintu terbuka, Freddy mengangkat kepalanya, dan menatap Damian yang
terpaku di pintu,  membeku seperti batu.

"Oh,
hai Damian" , Freddy tersenyum, mengusap bibirnya yang sedikit bengkak
karena berciuman dengan kasar, " Aku menawar gadismu ini dengan harga
beberapa juta, dan dia bersedia menemaniku selama beberapa jam, boleh
kan?"

Serena
yang masih berada dalam cengkeraman Freddy menjadi pucat pasi mendengar fitnah
Freddy yang begitu kejam.

Damian
tidak akan percaya kata-kata Freddy kan ? Damian tidak akan percaya kan ?

Tapi
ekspresi Damian begitu susah dibaca, lelaki itu seperti membeku.

"Dan
kau tahu Damian, kau memang benar- benar tidak rugi", Freddy menyambung,
menyeringai menghina kepada Serena, "Ciumannya lumayan 
WOW
"

"
Tidak
!!! 
", Serena akhirnya berhasil bersuara, mencoba membantah
kata-kata Damian, 
" Tidak !!! Ya Tuhan !! Damian !!!!

Suara
Serena berubah menjadi jeritan ketika dengan secepat kilat tanpa di duga- duga,
Damian menerjang Freddy,

Menarik
laki laki itu dengan kasar dari Serena, lalu menyarangkan pukulan keras di
rahang Freddy, kemudian di perutnya sampai Freddy terbungkuk-bungkuk menahan
sakit,

Tetapi
Damian masih belum puas. Dia menyarangkan lagi pukulan telak bertubi-tubi ke
semua bagian tubuh Freddy, tanpa memberi Freddy kesempatan melawan,

"Damian
!!! 
Stop
 !! Kumohon !! Kau bisa membunuhnya !! ", Serena
berteriak panik ketika Damian menghajar Freddy seperti kesetanan.

Dan terus
menghajarnya, terus tanpa henti tidak peduli Freddy sudah terkulai tanpa
memberikan perlawanan. Aura membunuh memancar dari mata Damian, menakutkan.

"Damian
!!!", Serena menjerit sekuat tenaga, berusaha mengembalikan akal sehat
lelaki itu.

Kali ini
berhasil, Damian berhenti. Matanya nyalang, napasnya terengah-engah.

Sedangkan
kondisi Freddy sungguh mengenaskan, lelaki itu berbaring tak berdaya, wajahnya
penuh darah, mungkin hidungnya patah. Dan sepertinya dia tidak sadarkan diri.

"Astaga", 

sebuah
suara tercekat yang berasal dari pintu membuat Serena dan Damian menoleh
bersamaan, Vanessa berdiri di sana, pucat pasi.

Seolah
disadarkan, Damian langsung berdiri, menghampiri Serena dengan bara kemarahan
yang membuat Serena beringsut menjauh.

Lelaki
itu tidak peduli, dengan kasar dia menarik lengan Serena, setengah menyeretnya
keluar ruangan,

"Sakit
Damian", Serena merintih karena perlakuan kasar Damian, tetapi lelaki itu
tidak peduli, seolah tidak mendengar apa yang diserukan Serena. 

Vanessa
berusaha menghentikan langkah Damian,

"Damian,
kau harus mendengar penjelasanku, semua ini...... "

"
Diam
!!!
", teriakan Damian yang menggelegar membuat suara Vanessa tertelan
kembali, " Kau urus saja bajingan disana itu sebelum dia mati kehabisan
darah!! Dan begitu dia sadar, katakan padanya bahwa dia 
dipecat
 !!"

Damian
menggeram marah sambil menyeret Serena menaiki lift,

meninggalkan
Vanessa yang masih berdiri terpaku, bingung.

********

"Damian
! Semua yang Freddy katakan itu bohong !", Serena berusaha menjelaskan
ketika mereka sampai di apartemen, dan lelaki itu masih menggelandangnya dengan
kasar,

Tubuh
Serena dihempaskan dengan sangat kasar ke tempat tidur,

"Dia
bohong Damian... ", Serena tersengal, putus asa mencoba meyakinkan Damian,

"Freddy
tidak pernah berbohong padaku", jawab Damian datar, tangannya bergerak
membuka kancing bajunya

"Dia
bohong... Percayalah", air mata mulai mengalir di sudut mata Serena.

"Tidak
ada untungnya baginya berbohong padaku"

"
Ada
 !!!
", jerit Serena, "Dia membenciku, dia ingin menyingkirkanku...."

"Wah...
Kau pikir kau seberharga itu ? Kau tidak lebih dari pelacur kecil dengan
tampilan tanpa dosa.... Berapa dia membayarmu untuk sebuah ciuman hah?! Sepuluh
juta?? Dua puluh juta ?? Kau pikir kau bisa mendapatkan uang keuntungan dari
kami berdua ya ??",

"Kumohon
Damian, kau tahu dia berbohong.... Kumohon... Kumohon... Percayalah padaku...
", Serena mulai panik ketika Damian melepas kemejanya, "Ke... Kenapa
kau melepas pakaianmu? "

Dengan
takut Serena beringsut di ranjang mencoba sejauh mungkin dari Damian.

"Yah...
Aku sudah pernah bilang kan ?", lelaki itu tersenyum kejam sambil mulai
melepas ikat pinggangnya, tatapan matanya tak lepas dari Serena yang meringkuk
ketakutan seperti sekor mangsa yang menghadapi predator kejam,

"Seorang
pelacur harus diperlakukan seperti pelacur !", 
desis
Damian penuh penghinaan.

**************

"Sakit",
Freddy mengernyit ketika Vanessa mengusap luka di bibirnya dengan kapas

"Kau
pantas mendapatkannya", gumam Vanessa tanpa perasaan, malah semakin kasar
mengusap luka itu.

Mereka
baru pulang dari rumah sakit, hidung Freddy patah, dan tiga tulang rusuknya
retak sehinga harus ditahan dengan perban. Belum lagi lebam lebam di tubuh dan
mukanya. Mata Freddy sudah mulai bengkak membiru. Pukulan pukulan yang
diberikan Damian benar-benar brutal,

"Aku kan cuma
membantu Damian dengan menunjukkan padanya kalau perempuan yang di peliharanya
itu cuma pelacur kecil", Freddy tampak kesusahan bicara, tapi ia masih
membela diri.

"Jangan
sebut dia pelacur!!! Kau mungkin lebih kotor darinya !", potong Vanessa
marah, melemparkan kapas yang di celup alkohol itu ke samping, "Kau sudah
bertindak kejam dan gegabah pada Serena..... Astaga! Kau pasti akan menyesal
begitu mengetahui semuanya!!"

"Mengetahui
apa?", kali ini Freddy mulai cemas. Vanessa tampak begitu marah sekaligus
begitu sedih. Bertahun-tahun dia mengenal Vanessa, tak pernah wanita itu tampak
begitu dikuasai emosi. Kecuali pada saat pemakaman Alfian.....

"Aku
mulai ketakutan", gumam Freddy ketika Vanessa tidak berkata apa-apa,
"Mengetahui apa , Vanessa ?"

"Kebenaran
tentang Serena", jawab Vanessa lirih lalu mendesah seolah-olah tak mampu
melanjutkan penjelasannya, "Mungkin kau harus melihat ini dulu".

Vanessa
mengambil bundelan artikel itu dari kotak putihnya, membukanya dan
meletakkannya di pangkuan Freddy.

Begitu
melihat foto yang menyertai artikel itu Freddy terhenyak, dan ketika membaca
judul artikel itu yang ditulis dengan huruf besar-besar, keringat dingin
mengalir di dahinya.

Dan
begitu selesai membaca keseluruhan artikel itu, wajahnya benar-benar pucat
pasi.

"Astaga.....",
akhirnya Freddy mampu berkata-kata, suaranya lemah dan diliputi 
shock
 yang
mendalam.

"Ah
ya,
 astaga
". Gumam Vanessa mengejek, "sekarang kau
mengerti kan kenapa aku begitu membela Serena?"

 Freddy
memejamkan matanya, meringis merasakan matanya yang sakit. Hidungnya sakit,
bibirnya sakit, sekujur tubuhnya sakit. Tapi yang paling sakit adalah hatinya.
Penyesalan itu datang menghantamnya tanpa ampun sehingga yang bisa dilakukan
Freddy hanya diam dan menahankan sesak di dadanya.

Dia
pantas mendapatkan ini !!!

"Jadi
Serena melakukan ini semua karena itu...", suara Freddy diwarnai
kesakitan, lalu dia menatap Vanessa penuh harap, berharap kalau artikel ini
salah. Sebab jika artikel ini benar, apapun yang dilakukan Freddy tadi
benar-benar tak termaafkan, "apakah kau sudah memastikan kebenaran artikel
ini?"

Vanessa
menatap Freddy tajam, tampak puas dengan penyesalan Freddy,

"Aku
sudah memastikan ke rumah sakit itu. Tunangannya, Rafi Ardyansyah masih
terbaring koma disana dan belum pernah sadarkan diri sejak dua tahun yang lalu.
Kemarin Rafi telah menjalani operasi ginjal -- yang aku tahu biayanya amat
mahal, hampir mencapai tiga ratus juta rupiah -- dan  sukses. Operasinya
sukses, tapi lelaki itu masih belum sadar", Vanessa memalingkan wajah.
Matanya tampak berkaca-kaca menahan haru.

"aku
bertanya tentang Serena kepada dokter-dokter di rumah sakit itu, dan rupanya
kisah Serena dan Rafi seolah menjadi legenda sendiri di sana. Kisah
seorang wanita  yang menunggu tunangannya terbangun tanpa putus asa selama
bertahun-tahun......"

Jadi karena
itu
. Kebenaran itu menghantam Freddy dengan telak. Jadi karena itu Serena
menjual dirinya. Jadi karena itu Serena mempunya hutang begitu besar
diperusahaan,

Freddy
menatap Vanessa nanar, lalu mengalihkan tatapannya lagi ke atikel di depannya,
dia mengernyit,

Rafi
Ardyansyah……

Sebuah
kebenaran langsung menghantamnya sekali lagi, sangat keras dan tidak
tanggung-tanggung.

“Aku
mengenal Rafi Ardyansyah”, gumam Freddy seolah kesakitan.

Vanessa
langsung menatap Freddy tajam,

“Kau
mengenalnya ?”

Freddy
mengangguk, lunglai,

“Dia… dia
pengacara handal dan sukses dari sebuah firma hukum terkenal, reputasinya
bagus, sangat jujur dan jarang kalah…. Aku tidak begitu mengenalnya, hanya
pernah beberapa kali bertemu di pengadilan, menangani kasus yang berbeda,
tetapi dia terkenal sebagai pengacara muda berprospek paling cerah di antara
kami……….. aku mendengar dia akan menikah, sampai kemudian dia menghilang begitu
saja setelah kecelakaan itu, … ada berita cukup simpang siur setelahnya,
katanya dia  kecelakaan dan kemudian cacat lalu pindah ke luar negeri,
bahkan banyak gossip bilang dia sudah meninggal akibat kecelakaan itu… aku….…
aku sama sekali tidak menyangka dia masih bertahan hidup…. Dalam kondisi
koma”,  Freddy meremas rambutnya seperti tentara kalah perang, lalu menatap
Vanessa, mengernyit,

Other books

Adán Buenosayres by Leopoldo Marechal
Splinters of Light by Rachael Herron
A Time For Hanging by Bill Crider
Semper Fi by Keira Andrews
Stacey's Emergency by Ann M. Martin
Before by Keeley Smith
Violet Eyes by Debbie Viguié
Take It Farther by Mithras, Laran